Setiap akhir pekan, kelab malam ini ramai pengunjung, rata-rata tenaga kerja Filipina dan Indonesia. |
Hari baru saja berganti dan hentakan kaki menyambut datangnya Minggu di sebuah kelab malam di dekat pusat perbelanjaan Westfield, London.
Di lantai dansa, para pekerja domestik dari Indonesia dan Filipina berjoget dengan iringan musik disko. Ada yang bergoyang bersama pasangan atau bersama teman di diskotek ini.
Di lantai dansa, saya bertemu dengan Yati, perempuan 35 tahun asal Indramayu, Jawa Barat.
Clubbing atau pergi ke kelab malam, katanya, penting setelah sepekan penuh membersihkan rumah, menyeterika, memasak dan berbelanja untuk satu keluarga dengan dua anak dan dua pengasuh mereka.
"Lima hari kerja, kadang kalau weekend (akhir pekan) kadang pusing jadi aku pergi clubbing. Kadang-kadang orang pikirannya jelek, kalau clubbing itu tak bagus, cari cowok. Padahal tidak. Di situ enak, aku cuma dancing (menari) kayak modelnya olahraga," ujar Yati.
Urusan pribadi
Dengan tiket masuk £5 (sekitar Rp95.000) untuk anggota kelab malam, atau masih dibawah patokan nasional gaji minimum £7.20 per jam, diakuinya kondisi ekonominya serta kondisi sosial di ibu kota Inggris mendukung untuk melakukan aktivitas malam seperti itu.
"Kalau di London semuanya bisa, tapi kalau di kampung tak bisa mungkin. Tahu sendiri, tetangga pikirannya jelek. Tidak kayak di London don't care."
Don't care yang dimaksudnya, orang tak memedulikan urusan pribadi orang lain.
Yati merupakan contoh perempuan muda yang secara finansial mandiri di negeri orang dan mampu menopang keluarga di kampungnya.
Seorang teman Yati, Rina, juga mengaku pergi ke kelab malam untuk melepaskan stres.
"Tujuannya juga untuk olahraga, tapi mungkin ada orang yang menganggapnya negatif. Padahal kita cuma ingin menyegarkan pikiran, berjoget seperti zumba, dan menikmati suasana bersama teman-teman," Rina berkata.
Hari besar Indonesia
Selain ke kelab malam, pekerja domestik Indonesia juga menggelar arisan atau merayakan hari besar, seperti Hari Kartini di Kedutaan Besar Repubik Indonesia London.
Apapun gaya hidupnya, kata Tuti Hatmawati, ketua INDUK, organisasi tenaga kerja Indonesia yang bernaung di KBRI London dan beranggotakan lebih dari 100 orang, ada prinsip yang dipertahankan.
"Kalau masalah kebebasan hidup, masing-masing kita punya pilihan hidup. Menurut saya, saya suka dengan tradisi orang sini yang bebas tapi tetap ada aturan karena kita, walau bagaimanapun, tetap orang Indonesia yang punya tatakrama, punya moralitas.
"Justru bagaimana kita menjadi orang Indonesia yang bisa bersosialisasi di sini dengan siapa pun tanpa harus meninggalkan jati diri kita," tegas Tuti dalam wawancara dengan wartawan BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir.
Silahkan Lihat Videonya Di bawah:
loading...
loading...