Seperti yang diberitakan merdekacom Suami, anak dan keluarganya nyaris pasrah. Permohonan suntik mati kepada Mahkamah Agung (MA), menjadi jalan terakhir keluarga agar Humaida benar-benar bisa lepas dari derita yang dialaminya.
Jarum jam menujukkan pukul 2 siang. Hujan siang ini di kota Samarinda, tidak menyurutkan langkah sang anak, Januar As Ari, berjuang mencari keadilan, berjuang untuk kesembuhan sang ibu. Menggunakan setelan kaos berlengan panjang dengan tas di pundak, dan celana panjang berlipat, langkahnya begitu tegap masuk ke dalam ruang kantor Pengurus Muhammadiyah (PW) Kalimantan Timur, di Jalan Siradj Salman, Samarinda.
Meski sejatinya dia lelah menempuh perjalanan 6 jam dari Kabupaten Paser di selatan Kalimantan Timur. Rasa sayangnya kepada ibunda tercinta mendorongnya menyerahkan sejumlah dokumen kepada pengurus PW Muhammadiyah Kaltim, terkait kronologi awal sang ibu hingga lumpuh selama 5 tahun terakhir ini. Tidak ada keraguan, penjelasannya pun begitu gamblang.
Januar berbagi cerita tentang kondisi ibunya bersama wartawan yang menemuinya, setelah 8 langkah kaki meninggalkan ruangan kantor PW Muhammadiyah. "Kondisi sekarang lumpuh tidak berdaya, sama seperti tahun-tahun sebelumnya," kata Januar mengawali penjelasannya.
Tahun 2011 lalu, sang ibu baru saja melahirkan adik keempatnya dengan penanganan dua dokter anastesi dan kandungan dibantu perawat, di sebuah klinik di bawah pengelolaan Pengurus Daerah Muhammadiyah Kabupaten Paser. Dua jam kemudian, cerita Januar, sang ibu melakukan sterilisasi alat KB. Perlahan, kesehatan Humaida pun perlahan turun.
"Sempat tidak ada denyut nadi ibu saya sekitar 30 menit, sadar dan fisik ibu saya terus menurun. Padahal, empat kali ibu saya melahirkan, semua berjalan normal. Tapi bukan di klinik Muhammadiyah ini," sebut Januar.
"Belum ada satupun pihak yang bertanggungjawab terkait kondisi ibu saya. Di awal, bapak saya takut untuk menyoal ini, juga ibu saya tidak bisa ditinggal. Kondisinya naik turun, sangat perlu pendampingan. Kalau ditinggal, khawatir ngedrop. Sekarang stabil tapi ibu saya jadi lumpuh bertahun-tahun," terangnya mengingat awal kejadian yang dialami sang ibu.
Kondisi ibu yang terus menurun, perawatan akhirnya dialihkan ke RSUD Panglima Sebaya di Tanah Grogot, Paser. Sebulan kemudian, Humaida pun dilarikan ke RSUD dr Kanujoso di Balikpapan. Tidak ada penjelasan rinci penyebab Humaida terus menurun, dari medis yang menanganinya saat itu.
"Di Kanujoso cuma 4 bulan, kemudian balik lagi ke Sebaya, menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM), dimana perawatan ditanggung Pemda. Medis Kanujoso bilang, tidak ada medis di Kalimantan yang bisa mengobati, disarankan dibawa ke Jakarta," ungkap Januar.
"Kondisi ibu saya yang menurun hingga tidak sadarkan diri karena cidera otak dari keterangan medis, bapak saya tidak suka ribut, menunggu pihak yang bertanggungjawab di klinik dan bicara baik-baik. Rupanya tidak ada juga itikad baik," terangnya.
"Apa boleh buat maka saya bicara ke publik. Karena tidak ada penjelasan apa penyebab ibu saya seperti itu. Bagaimana bisa karena KB steril, kemudian ada cidera di otak ibu saya," kata Januar heran.
Sang ayah pun mulai pasrah, segala sumber dana juga dihabiskan untuk menyembuhkan Humaida. Perjuangan Januar tidak terhenti, dia mengadu ke PD Muhammadiyah Paser, ke Pengurus Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, bahkan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalimantan Timur, sepekan lalu.
"Ke PP Muhammadiyah bilang kalau bantuan kesehatan agak sulit karena cidera otak cukup parah diderita ibu saya. Ke IDI, untuk mencari tahu kenapa ibu saya seperti itu kepada mereka yang berkompeten tentang pemahaman medis," ungkapnya Januar, seraya menambahkan tiga adiknya saat ini masih bersekolah.
Sekarang ini ibunya masih lumpuh dan dijaga bergantian bersama bapak dan anggota keluarga lainnya. Sesekali kepasrahan muncul di benak keluarga, untuk menyudahi ujian ini dengan cara menyuntik mati Humaida.
"Iya, 5 tahun 7 bulan ini bukan waktu yang sebentar, ini sangat lama. Itu keluarga pertimbangkan untuk melakukan suntik mati, kalau berbagai upaya kita tidak ada berhasil. Itu (permintaan suntik mati) akan diajukan ke Mahkamah Agung," jelas Januar yang baru saja lulus kuliah di Universitas Mulawarman Samarinda.
"Reaksi bapak saya tentu permintaan suntik mati itu jalan terakhir. Ya, saat ini tiba pada fase frustasi, kecewa bercampur aduk. Kita harap negara bisa hadir, membantu maksimal," demikian Januar, seraya meninggalkan pergi pewarta yang menemuinya.
Sumber : wajibbaca.com
Silahkan Lihat Videonya Di bawah:
loading...
loading...