PB, Sumut – Sungguh sebuah pelajaran yang harus disikapi oleh siapapun, bahkan salah satu tokoh Pemerhati Sosial asal Sumatera Utara, Tundra Meliala, berharap agar pihak panitia acara kedepannya tidak lagi mengulangi kejadian tersebut.
Kejadian yang mengakibatkan seorang Nazir atau juga pengurus Masjid, pemuda bernama Eka Ramadhana, terpaksa harus ditangkap oleh “sepasukan” yang terdiri dari Anggota Paniti, Satpol PP, dan juga Anggota Polisi dari Mapolres Labuhanbatu, bahkan diperlakukan mirip dengan seorang teroris, yang ditangkap lalu, lehernya dijepit oleh anggota Polisi dan dibawa ke Mapolres.
Menurut salah satu media setempat, mengatakan awalnya acara HUT Pemkab yang diadakan di Lapangan Ikabina Rantauprapat, yang kebetulan hanya berjarak sekitar 20 meter dari Mesjid memasuki acara Persembahan Tarian Etnis, namun sayangnya juga bersamaan dengan waktu untuk Shalat Dhuhur.
Ketika musik tarian yang berbunyi dengan sound system yang cukup kuat mengakibatkan Azan shalat Dhuhur yang dikumandangkan bersamaan. Oleh Eka dianggap mengganggu seruan untuk shalat bagi umat Muslim.
Akhirnya Eka mencoba untuk mendatangi pihak protokoler acara, agar dihentikan sementara karena berbarengan dengan seruan Azan. Namun pihak protokoler justru menyarankan agar Eka menyampaikan niatnya kepada Panitia acara yang dibagian podium.
Namun pihak panitia di bagian podium, justru menyarankan agar menemui kembali pihak protokoler acara. Akibatnya Eka merasa dilempar kesana kemari. Rupanya emosi Eka tidak tertahan, maka keluarlah umpatan yang ditujukan kepada pihak penyelenggara acara.
Menurut versi pihak panitia, dirinya langsung mengumpat pihak panitia karena keinginnanya tidak dipenuhi, akibatnya pihak panitia, yang akhirnya tidak terima. Bersama dengan Satpol PP, dan juga pihak kepolisian, Panitia acara akhirnya mengejar Eka.
Namun penangkapan Eka Ramadhana oleh pihak kepolisian, dianggap tidak pantas, karena diperlakukan layaknya seorang penjahat, hingga harus dipiting dibagian lehernya.
Akibatnya kejadian tersebut, memicu kemarahan warga yang mendengar kejadian tersebut. Warga beramai-ramai mendatangi Mapolres Labuhanbatu yang berjarak tidak jauh dari lokasi kegiatan.
Keterangan dari Ramadhan justru berbeda, ketika dirinya akan menemui pihak panitia acara yang kebetulan berada tepat di lokasi tempat tamu undangan duduk.
Akhirnya Eka menyampaikan kepada panitia, rupanya Ramadhan dihadang oleh Satpol PP yang berjaga di sekitar tempat duduk tamu undangan, dan memarahi Ramadhan yang mengakibatkan keduanya beradu argumen.
“Tidak ada saya memaki, saya hanya meminta suara loudspeaker dikecilkan, karena Azan, tapi saya malah dimarahi. Pas mau pergi shalat, saya malah dikejar, larilah saya dan ditangkap ramai-ramai,” cerita Ramadhan.
Mendengar anaknya ditahan, Kamaluddin langsung pulang dan bersama warga lainnya, langsung mendatangi Mapolres dan meminta agar anaknya dikeluarkan. Yang akhirnya oleh Polres dilepaskan kembali.
“Saya jelaskan jika anak saya juga sering Azan di Mesjid Polres, barulah mereka mengerti dan untungnya tidak dipukuli,” ujar Kamaluddin yang juga biasa mengumandangkan Azan di Mesjid tersebut.
Sementara itu, baik Bupati Labuhanbatu. H. Pangonal Harahap, berkilah jika kejadian tersebut bukan insiden, hanya kekhilafan dan dirinya mengaku sudah menegur panitia acara. Sementara Plt, Sekda Ahmad Muflih mengaku kurang memahami persoalan. Dan Ketua Panitia acara yang juga Asisten I Pemkab justru “menghilang” dari pihak wartawan dan tidak bisa dimintai komentarnya.
Salah satu warga yang kebetulan mengenakan seragam PNS justru merasa malu dan mengecam sikap panitia acara.
“Bikin malu saja, itu kesalahan panitia. Seharusnya panitia tahu itu jam shalat. Masak tak dipikirkan suara adzan dari dua masjid tadi, saya saja mendengarnya, jelas kalipun. Selaku PNS sayapun malu,” ujar PNS tersebut.
Tundra juga menyesalkan sikap pihak keamanan, karena menurutnya persoalan tersebut bisa diselesaikan dengan baik dilokasi, tanpa perlu diseret dan memperlakukan Eka seperti penjahat besar.
Silahkan Lihat Videonya Di bawah:
loading...
loading...