Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Tenaga Kerja, Soes Hindarno, memastikan pemerintah akan terus berupaya mengurangi jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) atau pekerja domestik.
Soes menegaskan jumlah penempatan TKI PLRT akan dikurangi secara bertahap sampai angka nol (zero PLRT) pada 2017-2018. "Tentu hal ini harus diimbangi dengan membuka peluang sebanyak-banyaknya bagi TKI yang bekerja di sektor formal," kata Soes dalam pernyataan persnya, Kamis, 19 Mei 2016.
Sebelumnya, Soes menegaskan bahwa penempatan tenaga kerja yang bekerja di sektor domestik/penata laksana rumah tangga di 19 kawasan Timur Tengah telah dihentikan pada Mei 2015. Sejak 26 Mei 2015, pemerintah telah menerbitkan Kepmenaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah.
Soes Hindarno menambahkan, target penghentian pengiriman tenaga kerja penata laksana rumah tangga ke luar negeri mulai 2017 merupakan permintaan Presiden Joko Widodo. “Harapannya bertahap, pada 2018 proses itu sudah semuanya profesional. Artinya, bekerja di perusahaan, bukan di rumah tangga sebagai pekerja domestik,” katanya di Bandung, Jawa Barat, Jumat, 13 Mei 2016.
Soes menegaskan bahwa Kemenaker juga akan mengalihkan jabatan pekerjaan rumah tangga (domestik) ke jabatan tertentu berdasarkan kompetensi kerja tertentu (skill). Proses peralihan ini harus dilakukan dengan meningkatkan kualitas calon TKI agar menguasai keterampilan dan kompetensi kerja sehingga dapat menduduki jabatan profesi tertentu yang lebih spesifik saat bekerja di luar negeri. Jabatan-jabatan khusus tersebut antara lain caregiver (pengurus jompo), care worker(pengurus rumah tangga), babysitter (pengasuh bayi/anak), cook (juru masak), gardener (tukang kebun), dan driver (sopir). "Jabatan-jabatan ini diharapkan secara otomatis akan melekat pada visa kerja setiap TKI," kata Soes.
Untuk merealisasi hal ini, kata dia, harus dibangun komunikasi yang intensif secara bilateral antara Indonesia dan negara-negara tujuan penempatan TKI. "Dengan kualifikasi pekerjaan khusus, diharapkan para TKI dapat lebih terlindungi dan tidak terbebani pekerjaan yang overload," katanya. Selain itu, dengan jabatan tertentu, negara tujuan penempatan harus mengakui TKI sebagai pekerja yang memiliki hak-hak yang sama dengan para pekerja di sektor formal lainnya, seperti hak libur, cuti, upah yang layak, kondisi kerja yang baik, jaminan sosial dan asuransi, serta hak berkomunikasi dengan keluarga.
RILIS | WD SUMBER : TEMPO
Silahkan Lihat Videonya Di bawah:
loading...
loading...