Pekerja dengan menaiki gondola membersihkan bagian luar sebuah gedung bertingkat di Jakarta. |
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) masih enggan untuk menginisiasi mengajukan usulan merevisi Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pasalnya, kondisi politik saat ini belum mendukung untuk itu. “Karena kondisi politik seperti ini, takutnya UU-nya bukan menjadi lebih baik, malah menjadi tambah jelek,” kata Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, Kemnaker, Muji Handaya, dalam acara diskusi soal K3 di Jakarta, Jumat (8/1).
Muji mengatakan, kelemahan UU tersebut adalah hukuman untuk pelaku atau orang atau pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja hanya hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000. “Jadi hukumannya hanya tindak pidana ringan. Ini yang membuat pihak perusahaan kurang terlalu memperhatikan keselamatan dan kesehatan pekerja,” kata Muji.
Pasal 3 UU tersebut menyatakan, syarat-syarat keselamatan kerja antara lain untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan, mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, mencegah dan mengurangi bahaya peledakan, memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
Menurut Muji, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) wajib dilaksanakan semua perusahaan di Indonesia. Kewajiban K3 oleh perusahaan ini diatur dalam dua undang-undang (uu) yakni, UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU 1/1970.
Pasal 86 UU 13/2003 menyatakan, pertama, setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Kedua, untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya k3.
kerja yang optimal diselenggarakan upaya k3.
Ketiga, setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Menurut Muji, masih tingginya kasus kecelakaan kerja ini disebabkan karena belum optimalnya tingkat pemahaman dan kesadaran akan K3 baik di kalangan pelaku usaha maupun pekerja sendiri.
Muji mengungkapkan salah satu kendala yang rumit untuk diatasi dalam penerpan K3 adalah soal budaya, yakni standar-standar K3 masih dianggap sebagai biaya bukan investasi. Padahal kondisi industri itu akan semakin baik kinerjanya apabila pekerjanya merasa nyaman dan aman.
Sedangkan mengenai kesehatan kerja, Muji mengatakan, ada tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka dapat tercapailah suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja.
Pertama, kapasitas kerja. Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.
Kedua, beban kerja. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stress.
Ketiga, lingkungan kerja. Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dan dapat menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Sementara Sekjen Organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi), Timboel Siregar mengatakan, Serikat Pekerja dan Serikat Buruh sudah lama mengusulkan agar UU 1 / 1970 direvisi agar hukumannya diperberat.
Timboel menyayangkan DPR dan pemerintah tidak pernah menindaklanjuti usulan pekerja dan buruh. “Kita sudah lama mengusulkan hal ini. Sepertinya pemerintah dan DPR sudah disogok oleh pengusaha agar UU ini tidak direvisi, sehingga kalau terjadi kecelakaan kerja karena kelalaian pihak perusahaan, pengusahanya tidak bisa diseret ke muka hukum,” kata Timbul. ( suara Pembahruan )
Silahkan Lihat Videonya Di bawah:
loading...
loading...